welcome

Wednesday, October 23, 2019

Cerpen: Jiwaku untuk kejiwaan Mereka


“Jiwaku untuk kejiwaan Mereka”
Oleh : Aufklarung Nugroho

            “Hey..., Apa yang kamu lakukan diatas sana? Turunlah!”
            Seorang laki-laki muda bertampang culun, berteriak kearah seorang wanita yang sedang duduk dipinggiran balkon gedung lantai 3 yang sepi.
            “Bahaya disitu, cepatlah turun!!”
            Teriak laki-laki itu sekali lagi, akan tetapi wanita tersebut tetap tidak beranjak dari tempatnya. Dengan tatapan kosong sembari mengayun-ayunkan kakinya hingga alas kaki yang ia pakai jatuh melayang dari atas.
            “Hoy! Tetaplah disitu! Jangan lakukan hal yang aneh-aneh, Oke?!”
            Laki-laki itu berteriak lebih tegas kali ini dan ia segera berlari menuju keatas. Dengan susah payah dan nafas terengah-engah akhirnya ia sampai dilantai 3. Perlahan-lahan ia mulai mendekati wanita itu dengan penuh kehati-hatian. Mendekati jarak dua meter, langkah laki-laki itu terhenti.
            Stop, jangan dekati aku!”
Wanita itu berteriak tanpa menoleh sedikitpun kearahnya. Laki-laki itu terdiam sejenak sembari mengatur nafasnya yang masih sedikit tersenggal. Mencoba tenang sembari berpikir untuk membujuk wanita itu agar tidak bertindak nekad.
“Hey, Apa masalahmu?”
Kata laki-laki itu dengan lebih tenang dan perlahan mendekatinya lagi.
“Aku bilang stop kamu tahukan apa artinya! Sekali lagi kamu mendekat aku akan lompat!”
Wanita itu berteriak lebih lantang kali ini dan masih tidak menoleh sedikitpun kearahnya.
“Oke, Baiklah, Aku tidak akan mendekat. Tapi apa masalahmu?”
Laki-laki itu menghentikan langkahnya  dengan sedikit gugup mencoba menenangkan wanita tersebut. Kali ini wanita itu menoleh, memandang kearahnya dengan wajah yang geram.
“Apa pedulimu dengan masalahku?!”
“Tentu saja aku peduli. Setiap orang punya masalah, bukan cuma dirimu saja. Kalau hanya gara-gara masalah sepele kamu bertindak nekat untuk mengakhiri hidupmu, aku jamin kamu  adalah manusia paling bodoh.”
“Diamlah, kamu tidak tau apa yang sedang aku rasakan!”
“Maka dari itu ceritakanlah kepadaku.”
Wanita itu perlahan menangis dengan sangat emotional dan laki-laki itu mencoba menenangkannya.
“Aku ingin menanyakan satu hal kepadamu.”
“Apa? Tanyakan saja.”
“Apa yang akan kamu lakukan jika semua orang tidak menyukai kehadiranmu didunia ini?”
Laki-laki itu terdiam sejenak mendengar pertanyaan wanita itu.
“Kamu tidak bisa menjawabnyakan?”
“Bukannya aku tidak bisa menjawab. Sepertinya kita memiliki masalah yang sama, hanya saja yang membedakan adalah aku tidak pernah sedikitpun berpikiran untuk mengakhiri hidupku.”
“Percuma saja kita hidup didunia ini kalau tidak ada yang memperdulikan kehadiran kita.”
“Kau salah. Sebenarnya banyak orang yang peduli kepadamu, banyak yang diam-diam memperhatikan kegiatanmu, hanya saja mungkin dirimu tidak menyadarinya.”
“Apa katamu? Kalau banyak orang yang menyukai kehadiranku, mana mungkin aku dibully setiap hari oleh temen-teman sekolahku? Mana mungkin ayah dan ibu selalu marah-marah kepadaku, seakan-akan apa yang aku lakukan selalu salah dimata mereka. Apakah seperti itu yang dinamakan peduli?”
“Hey.., apakah hanya kejelekan saja yang kamu ingat? Coba ingat-ingat lagi kebaikan yang pernah orang lain berikan kepadamu. Tidak semua temanmu suka membully, mungkin ada satu orang temanmu yang sebenarnya iri dengan kehidupanmu yang diam-diam selalu mendoakan kebaikan kepadamu. Soal orang tuamu, pasti mereka punya alasan mengapa mereka marah kepadamu. Ingatlah saat kamu masih bayi, siapa yang menggendong dan memberikan susu saat kamu menangis. Siapa yang mencukupi kebutuhan sehari-hari agar kamu tetap bisa menikmati makanan lezat? Ingatlah kebaikan-kebaikan mereka.”
Wanita itu sejenak terdiam, sudah banyak air mata yang menetes dan jatuh membasahi pipi. Ia mencoba menghela nafas panjang.
“Hey, kemarilah.”
Laki-laki itu menjulurkan tangan kanannya mengajak agar wanita itu turun dari dinding balkon. Dengan sedikit ragu, wanita itu menerima juluran tangannya.
“Ingatlah selalu pesanku ini. Tersenyumlah, semua akan baik-baik saja.”
*****

“Dok..., Dokter. Dokter tidak apa-apa?”
Seseorang mencoba menyadarkan aku dari lamunan.
“Maafkan aku. Bagaimana keluhan anda tadi coba ceritakan kembali?”
Aku mencoba memperbaiki dudukku dan menutupi rasa maluku dengan tersenyum agar semua terlihat baik-baik saja.
“Jadi begini Dokter Estina, Saya merasa bahwa hidup saya tidak berarti lagi. Tidak ada yang perduli dengan diri saya. Apa yang harus saya lakukan dok?”
Sejenak Aku terdiam lalu menghela nafas panjang dan berkata, “Tersenyumlah, semua akan baik-baik saja.”

Cerpen: Jiwaku untuk kejiwaan Mereka

“Jiwaku untuk kejiwaan Mereka” Oleh : Aufklarung Nugroho             “Hey..., Apa yang kamu lakukan diatas sana? Turunlah!”       ...